Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Lidah Itu Bertulang,Benarkah ! ini Faktanya

"LIDAH BERTULANG"

Banyak yang beranggapan, bahwa tergelincirnya lisan adalah hal yang biasa. Padahal justru luar biasa. Darinya hati yang tenang bisa menghitam penuh kedengkian. Darinya pula, hati yang kotor bisa berbalik menjadi rupawan.

Tak banyak yang menduga, bahwa sederet kata mampu merubah seseorang. Itulah kekuatan Si Tak Bertulang, maka memang semestinya ia dikaitkan dengan tak bertulang. Karena memang ia tak punya tulang, dan karenanya ia bebas menggerakkan wujudnya. Maka berhati-hatilah dengan lisan Anda, mungkin ia bisa menjadi petaka, atau mungkin menjadi penyelamat Anda di hari pembalasan kelak.

Bahkan para ulama dahulu, banyak terketuk dan tergerak hatinya lantaran lisan syaikhnya. Hanya dengan satu kalimat mampu jadi cambukan keras bagi mereka. Karena memang itulah hakikat sebuah kalimat, yang mampu memberikan pengaruh sangat besar bagi lawan bicaranya, yang mampu membangunkan ummat, yang mampu menghidupkan kembali jiwa-jiwa ulama; dalam diri setiap generasi.

Sebuah kalimat, ya hanya sebuah kalimat, namun sanggup memutar arah jarum kehidupan seorang Imam Abu Hanifah, dari semula seorang pedagang di pasar akhirnya menjadi seorang Imam madzhab yang merujuk padanya ratusan hingga jutaan manusia.

Sebuah kalimat sanggup menjadikan Imam Bukhori tergerak untuk mengumpulkan dan membukukan hadist Shahih. Menggerakkan seorang 'alim ilmu bahasa Arab Imam Kasaaiy untuk menggali ilmu nahwu hingga menjadi seorang imam bidang bahasa  dan sastra aArab. Sebuah kalimat mampu membalikkan hati imam as-Syafi'i dari takhosus dalam ilmu bahasa Arab menjadi ahli fiqih. Sebuah kalimat mampu menjadikan Imam az-Dzaahabi menjadi orang yang 'alim dalam ilmu hadist. Menjadikan imam 'Izzuddin bin Abdussalam menggali sumber keilmuan. Begitulah kumpulan huruf,  rangkaian kata yang tersusun dalam sebuah kalimat, ternyata mampu menggetarkan hati seseorang hingga mengubah arah hidupnya.

Imam Abu Hanifah ketika ditanyakan perihal keilmuan yg dimilikinya oleh Syaikh as-Sya'biy, beliau hanya mampu berkata, “Saya bukanlah orang yang banyak bermuamalah dengan masyaikh.” Maka Syaikh as-Sya'biy berkata,

يَابُنَيَّ لاَ تَغْفَلْ، عَلَيْكَ بِالنَّظْرِ بِالْعِلْمِ وَمَجَالِسِ الْعُلَمَاءِ فَإِنِّي أَرَيْ فِيْكَ يَقِظَةٌ وَحَرَكَةٌ

“Wahai anakku, janganlah engkau lalai! Hendaknya engkau mempelajari ilmu dan (menghadiri) majlis ulama, sesungguhnya aku melihat padamu ia (ilmu) terjaga dan mengalir.”

Satu kalimat, yang menjadi sebab suburnya himmah itu hingga ia menjadi seorang imam madzhab Hanafi, yang luar biasa.

Begitu pula dengan Imam Bukhori, ketika suatu hari duduk di dalam majelis ilmu. Imam Ishaq berkata kepada muridnya, “Siapa di antara kalian yang kalian tunggu untuk mengumpulkan hadist rosulullah SAW? Imam Bukhori berkata, “Kalimat ini telah merasuk ke dalam jiwaku, maka aku  berazzam untuk mengumpulkan dan membukukannya.”

Lain halnya dengan Imam as-Syafi'ie, ilmu bahasa Arab dan syair Arab adalah ilmu yang pertama kali beliau pelajari, lalu sebuah kalimat yang diucapkan oleh syaikhnya kepada beliau sanggup mengobarkan semangat beliau untuk menggali ilmu fikih. Saat itu, syaikhnya berkata: “Apa yang menjadi motivasimu untuk menulis dan menyibukkan waktumu dalam mempelajari syair? Fikih lebih utama untukmu!”

Pun Imam adz-dzahabi, saat syaikhnya melihat tulisannya beliau berkata pada Imam az-Dzahabi:

إِنَّ خَطَّكَ يُشَبِّهُ خَطَّ المُحَدِّثِيْنَ

“Sesungguhnya tulisanmu menyerupai tulisan ahli hadist.”
Betapa kalimat ini mampu bereaksi dalam hatinya, menjadikannya terus terjaga dalam kobaran himmah [cita-cita luhur]-nya sampai ia benar-benar menjadi seorang muhaditsin.

Imam Abu Ja'far at-Thahawi, dalam perjalanan mencari ilmunya, ia menemui kesulitan saat memahami penjelasan fikih, ia terus mengulanginya namun ia tak kunjung faham. Lalu pamannya berkata padanya:

قُمْ أَنْتَ لاَيَجِئُ مِنْكَ شَيْءٌ

“Bangunlah kamu, belum ada yang (datang) darimu apapun.” (kontribusimu untuk umat belum terlihat).

Ia tidak marah, namun menjadikan kalimat itu cambuk dalam menuntut ilmu, hingga ia menjadi seorang ulama’ yang dari tangannya tertulis jutaan kata. Di saat yang sama pamannya berpulang ke sisiNya, namun ia berkata:

لَوْ كاَنَ خَالِيْ حَيًّا لَكَثُرَ عَنْ يَمِيْنِيْ

"Jikalau pamanku masih hidup pasti akan  meningkat (yg aku tulis) dari tanganku"

Itulah kekuatan kalimat yang keluar dari lisan manusia, mampu mempengaruhi seseorang bahkan menjadi bumerang bagi yang mengucapkannya.

Maka berhati-hatilah dengan lisan, betapa banyak orang yang tersedak air liurnya sendiri karna apa yang ia ucapkan?

Juga betapa banyak orang yang tercerahkan karena kalimat yang diungkapkan? Maka beruntunglah mereka yang selalu menempatkan lisannya dalam sebaik-baik perkataan, juga menjadikan lisan mereka sebagai penyambung risalah nabinya.

Karena kita tidak tahu siapa yang terketuk hatinya karena ucapan kita.

نسأل الله لنا و لكم العافية



Ukhtikum fillah
Zaharal haq

Posting Komentar untuk "Lidah Itu Bertulang,Benarkah ! ini Faktanya"